"Aktifis Masyarakat Adat".

"Nukila Evanty: Mewakili Suara Masyarakat Adat Di Gedung PBB".

Jumat, 05 Mei 2023 - 09:55:00 WIB Cetak

 (Momenriau.com Internasional). Dikenal dengan nama Nukila Evanty, wanita kelahiran Bagansiapiapi Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau, satu-satunya terpilih dari Indonesia dengan dukungan dari United Nations (UN) Voluntary Fund for Indigenous Peoples, mewakili masyarakat adat di  United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (UNPFII), selanjutnya disebut forum tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 
    Acara tersebut berlangsung di Kantor PBB New York, Amerika Serikat, dari tanggal 17 s/d 28 April 2023.  
    Forum tetap PBB  tersebut ; sebagai ajang memberikan saran dan rekomendasi ahli tentang isu-isu masyarakat adat serta berbagai program, seperti program dana dan badan-badan PBB, untuk meningkatkan kesadaran, mempromosikan integrasi, koordinasi, serta kegiatan yang berkaitan dengan isu-isu masyarakat adat dalam sistem PBB yang didalamnya ada perwakilan negara-negara. Selain itu, kegiatan dimaksud juga menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang isu-isu masyarakat adat. 

Sebagai masyarakat adat Rokan Hilir Riau dan Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA-red), Nukila menyampaikan hal-hal berikut di Forum PBB;
     1. "Riau adalah daerah penghasil sumber minyak mentah (crude oil) terbesar, termasuk minyak hasil produksi sawit. Bayangkan, untuk _crude oil,_  kita pernah bahkan memproduksi 1,2 juta barel per hari. Namun, semuanya menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat adat, karena perusahaan-perusahaan/pebisnis  yang tak bertanggung jawab tersebut dan tindak  pembiaran dari pemerintah daerah telah menyebabkan tanah masyarakat adat diambil tanpa persetujuan (free prior and informed consent) dan tanpa  konsultasi mendalam dengan masyarakat adat serta para aparat telah  mengabaikan amanat dalam hukum dan Undang-Undang (UU)"
    2. "Beberapa dampaknya adalah masyarakat adat terusir dari tanahnya, limbah minyak mencemari lingkungan masyarakat, air bersih dan perkebunan. Bahkan  kondisi kesehatan masyarakat, termasuk perempuan dan anak-anak  memburuk. Perusahaan telah memberikan santunan/kompensasi tetapi hanya sebagai simbol terhadap apa yang mereka sebut skema CSR (Corporate Social Responsibility) atau skema -skema lainnya". 
    3. "Jika ada masyarakat adat yang menentang tindakan perusahaan, maka akan dibalas dengan ancaman pidana atau aduan balik dari perusahaan dengan pasal pidana misalnya perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik".
    4. "Masifnya usaha perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit dan industri ekstraktif /pertambangan  telah menyebabkan perubahan besar-besaran di daerah yang terkena dampak perluasan perkebunan dan pertambangan. Di provinsi Riau, kebakaran hutan dan lahan gambut sejak tahun 1980-an telah mempengaruhi area seluas lebih dari 2 juta hektar. Sebagian besar tanah ini secara historis dimiliki oleh masyarakat adat, tanpa persetujuan kami, kami secara paksa telah dipindahkan dari tanah kami, perusahaan dan oknum -oknum pemerintah dan keamanan kadang-kadang menggunakan kekerasan ekstrem (extortion) untuk mencapai tujuan mereka.  Hak-hak masyarakat adat yang telah mendiami kawasan hutan/lahan gambut sejak zaman nenek moyang  kami telah dilanggar. Lahan dan Hutan diubah menjadi perkebunan termasuk perkebunan kelapa sawit tanpa free prior dan informed consent. Bahkan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut yang menimbulkan asap pollutant tersebut maka masyarakat adat dengan kondisi paru-paru rentan, ibu hamil dan anak-anaklah paling berisiko. Asap tersebut dapat memperparah penyakit asma, bronkitis, penyakit mata dan infeksi pernapasan serta penyakit jantung bagi lansia".
    5. "Beberapa kebijakan pemerintah bahkan mendiskriminasi praktik/tradisi  yang telah lama dilakukan masyarakat adat seperti terhadap suku Akit dan Talang Mamak yang telah melakukan praktik  membakar hutan/lahan untuk berladang (berkebun-red) dengan membakar kurang dari 2 hektar. Padahal tradisi  ini dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan alam dan ritual serta diawasi secara ketat,  air telah dipersiapkan dan kebiasaan ini sudah diwariskan secara turun-temurun. Dengan membakar, mereka bisa mendapatkan humus untuk kesuburan tanah atau pupuk. Namun, cara-cara seperti itu kini dilarang oleh pemerintah".
    Setelah memberikan informasi terkait perlakuan terhadap masyarakat adat diforum Perserikatan Bangsa, lalu Nukila  memberikan saran serta mengajukan permohonan kepada Forum tetap PBB, diantaranya ;
    1. "Agar pemerintah dan pebisnis/perusahaan mematuhi apa yang tertuang dalam United Nations Declaration of Indigenous People's ( UNDRIP ) dan perjanjian  HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia seperti CERD (Anti diskriminasi rasial), ICCPR (hak-hak sipil dan politik), ICESCR (hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan sebagainya". 
    2. "Mendesak pemerintah dan pebisnis /perusahaan untuk memiliki mekanisme internal yang jelas, seperti protokol yang menjadi panduan melakukan bisnis di wilayah milik masyarakat adat dan memastikan akuntabilitas".
    3. "Mendesak agar semua UN agencies (Perwakilan PBB) untuk mendukung organisasi masyarakat adat dalam bidang keahlian dan peningkatan kapasitas mereka serta dalam melakukan advokasi". 
    4. "Memastikan bahwa negara selalu melindungi masyarakat adat dalam implementasi tentang Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UN Guiding Principles on Business and Human Rights dalam pemenuhan indikator Sustainable Development Goals (SDGs), memastikan Resolusi Majelis Umum PBB (A/76/L.75) dengan penekanan bahwa hak atas lingkungan yang bersih, sehat dan berkelanjutan yang membutuhkan dukungan penuh semua pihak (Pemerintah dan Pebisnis-red ) dalam pemenuhan  perjanjian lingkungan multilateral".
    Ditanya awak media kami, terkait apa harapannya, dengan tegas dan jelas Nukila Evanty mengatakan, "Saya sangat berharap, semoga tercapai perlindungan hak-hak yang  lebih baik bagi masyarakat adat di Indonesia pada umumnya dan terutama masyarakat adat di Riau tercinta ini".
(Sumber:Nukila Evanty/Diedit oleh:EDYSAM).




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ