Penegak Hukum, Usut Tuntas Dugaan Penyimpangan Bansos BPNT Rohil

Senin, 19 Juli 2021 - 07:24:27 WIB Cetak

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah bantuan pangan dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli pangan di e-Warong KUBE PKH / pedagang bahan pangan yang bekerjasama dengan Bank HIMBARA (Himpunan Bank Negara, BNI, BRI, BTN, BANK MANDIRI, ). Bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran serta memberikan nutrisi yang lebih seimbang kepada KPM secara tepat sasaran dan tepat waktu.

Momenriau.com (Rohil) – Bansos PKH jenis BPNT yang diterima KPM (Keluarga Penerima Manfaat) Kecamatan Bangko, Senin 12 Juli 2021, salah seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan barang pangan yang diterimanya tidak sesuai dengan total nilai uang per 3 bulan Rp.600ribu yang per bulannya Rp. 200ribu.

Ketika Tim Redaksi Media melakukan cek kelapangan, pengakuan ibu ini bertempat tinggal di jalan Gajah Mada, BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang ia dapat di E- Warung jalan mawar milik inisial W yang ia kenal, “barang pangan ini masih kurang dari nilai uang BPNT senilai Rp.600ribu itu” ungkap warga tersebut.

Ini sangat jelas tidak sesuai dengan buku pedoman sembako 2020 dan tidak sesuai prinsip 6 T diantaranya harus 1.Tepat Sasaran, 2.Tepat Harga, 3.Tepat Jumlah, 4Tepat Mutu, 5.Tepat Waktu, 6.Tepat Administrasi.

Jika dilihat dari BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) saat ini yang diterima KPM jelas melanggar 6T poin ke 3. Tidak Tepat Jumlah. Yang diterima ibu tersebut beras karung 10 kg sebanyak 4 karung, Telor 2 papan dan kacang tanah 2 kilo jika ditotal keseluruhan barang tidak sampai Rp.600ribu.

Apakah benar dugaan beberapa media dan nara sumber menyebutkan adanya indikasi permainan pada bantuan pangan non tunai (BPNT) di Rohil ini. Dugaan tersebut adanya fee 10ribu untuk pihak terkait antara suplier inisial W dengan pejabat  Rohil yang menangani BPNT untuk daerah Rohil. Jika memang benar adanya dugaan fee 10ribu yang diberikan inisial W tersebut dapat dilihat dari jumlah barang pangan yang diterima masyarakat KPM tidak tepat jumlah barang pangan karena harus berbagi dengan pihak terkait dan dengan sengaja mengurangi jumlah barang pangan yang seharusnya tepat jumlah sesuai nilai saldo, perbuatan ini sangat merugikan negara dan hak masyarakat KPM.

Media selaku kontrol sosial akan mengupas tuntas terkait masalah tersebut agar pihak berwenang seperti Satgas Tipikor dari Kepolisian atau Jaksa dan KPK bisa melakukan pemeriksaan/audit seperti bukti yang kita kumpulkan saat ini.

Dimasa Pandemi Covid- 19 Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Korupsi Jika Terbukti Bisa Diperberat

Pandangan menurut pakar hukum Prof. Hibnu mengatakan, dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa kejahatan korupsi yang dilakukan pada saat bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana dengan hukuman mati.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)’.

Pasal 2 ayat (2) disebutkan ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’.

“Saya kira kita sepakat, kita bukan lihat suapnya ya, tapi melihat korupsi dalam masa pandemi. Apalagi yang dilakukan adalah (korupsi terhadap) bantuan untuk masyarakat terdampak pandemi,” katanya. (Rls/Red)




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ