PSU

Bawaslu Diminta Segera Rekomendasikan Pemungutan Suara Ulang Kepada KPU.

Senin, 19 Februari 2024 - 21:49:00 WIB Cetak

(Momenriau.com Lingga). Hari pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh daerah Kabupaten Lingga, pada hari Rabu (14/02-2024) sudah selesai dilaksanakan. Meski demikian, riak-riak rasa ketidak puasan warga yang tidak diperkenankan mencoblos pada TPS-TPS tertentu, masih menjadi topik hangat diperbincangkan diberbagai kesempatan oleh masyarakat.

Seperti informasi yang kami terima pada hari Senin (19/02-2024) melalui pesan WhatsApp, bahwa seseorang warga negara Republik Indonesia, seharusnya mencoblos di TPS 03 Kelurahan Dabo Lama Kecamatan Singkep datang ke TPS tersebut pukul 12:02 Wib, namun, oleh petugas KPPS dimaksud, warga tersebut tidak diperbolehkan mencoblos.
    Menurut sumber kami, kronologis peristiwa tersebut adalah, "bahwa ada warga yang datang mau memilih ke TPS sekitar pukul 12:02 Wib, oleh petugas KPPS, warga tersebut, tidak dibenarkan untuk memilih (mencoblos-red), dengan dalih karena sudah terlambat waktu datangnya, sementara pada kartu undangan, tertera jelas, waktu pencoblosan dimulai dari pukul 07:00 Wib s/d 13:00 Wib".
     "Meskipun sudah tidak dibenarkan mencoblos oleh petugas KPPS, namun warga dimaksud tetap menunggu sampai pukul 13:00 Wib (sesuai jadwal tertera pada surat undangan-red), dengan harapan, siapa tau petugasnya khilaf. Namun sayangnya, sampai batas akhir waktu pencoblosan, tidak ada juga petugas yang memanggil namanya", cerita sumber lagi. 
    "Merasa Hak Konstitusionalnya tidak di hargai selaku warga Negara Indonesia, kemudian, warga tersebut, bertanya kepada salah seorang Mantan Komisioner KPU Lingga dan juga sebagai Ketua salah satu LSM diKabupaten Lingga akrab disapa Irham panglima, karena warga tersebut adalah anggota LSM saudara Irham juga", imbuh sumber.
    "Setelah selesai waktu bertugasnya, oknum petugas KPPS dimaksud, pada malam harinya, menjumpai warga yang tidak dapat mencoblos tersebut dan meminta maaf atas kejadian itu dan siwarga dengan berbesar hati memaafkannya dengan dasar pengakuan oknum KPPS yang mengaku salah dan khilaf", ujar sumber mengakhiri penjelasannya.
    Terlepas dari apakah informasi ini benar atau tidak, awak media kami, terlebih dahulu menghubungi salah seorang mantan Komisionir KPU Lingga yang akrab disapa Irham yang juga sebagai aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat "Panglima", melalui pesan WhatsApp pada hari Senin (19/02-2024).
    Menurut Irham (Ketua LSM PANGLIMA-red), dengan tegas beliau mengatakan, "secara Peraturan dan Per-Undangan-Undangan yang berlaku, saya minta Bawaslu Lingga, segera merekomendasikan kepada KPU Lingga agar TPS dimaksud dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), karena ini sudah memenuhi persyaratan dan kriteria PSU, yaitu dengan sengaja melarang atau menghilangkan hak pilih Warga Negara Indonesia".
    "Karena, menurut warga bersangkutan, pihak Bawaslu sudah ada yang datang meminta keterangan kepada warga dimaksud, terkait dengan kejadian tersebut, artinya, Bawaslu sedang dalam tahap berproses dan mengkaji kejadian tersebut, oleh karena itu, kita minta segera Bawaslu Lingga memberikan Rekomendasi kepada KPU Lingga agar dilaksanakan PSU di TPS tempat kejadian tersebut, karena ini masalah Hak Konstitusional", tegas Ketua LSM Panglima lagi.
    "Didalam kotak suara, disitu ada pilihan rakyat yang hakekatnya adalah Hak Konstitusional, kita semua tau kotak suara yang hanya isi kertas, dijaga dan dikawal ketat oleh pihak Polri dan juga TNI, kenapa demikian, karena, sebenarnya yang dijaga itu adalah Hak Konstitusional rakyat dan teramat penting demi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil", kata Irham.
    "Hak memilih setiap warga negara pada dasarnya telah dilindungi oleh Konstitusi UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) menjamin persamaan hak politik warga negara ; setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Dengan merujuk pada pasal tersebut, undang-undang pemilu menjamin persamaan hak memilih bagi setiap warga negara. Selama empat kali amandemen, pasal tersebut termasuk pasal yang tetap dipertahankan, tidak ada perubahan", jelas Irham.
    "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah), demikian Pasal 531 UU Pemilu", Ketua LSM PANGLIMA mengakhiri tanggapannya.(Edysam).
 




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ