Tidak beretika.

Nukila Evanty ; "Perusahaan Eco City Project Di Rempang Tak Peduli Standar Bisnis HAM Internasional".

Rabu, 24 Januari 2024 - 16:32:00 WIB Cetak

 (Momenriau.com Kepri). Rempang tak habis-habisnya diterpa kabar tak sedap, seperti baru saja awak media kami menerima informasi, berupa rekaman suara dan video pada hari Rabu (24/01-2024) dari  warga Rempang. Informasi yang diberikan tersebut mengatakan bahwa ada warga Rempang yang sedang mengendarai sepeda motor, kemudian distop, motornya diperiksa dan kemudian ditendang oleh oknum yang diduga dari PT MEG. Dari penelusuran, kami menduga bahwa PT MEG adalah  "PT Makmur Elok Graha" yang  ditunjuk menjadi pengembang kawasan Rempang, dengan total investasi mencapai 381 Triliun Rupiah.

Terkait informasi tersebut, kami meminta respon Ketua IMA atau Inisiasi Masyarakat Adat dan sekaligus jurubicara atau yang mewakili Persatuan Orang Melayu (POM) Batam, Nukila Evanty, pada hari Rabu (24/01-2024) melalui pesan aplikasi WhatsApp. 
    Menurut wanita yang akrab disapa Nukila ini menjelaskan, "Perusahaan atau pebisnis menurut Undang Undang, yaitu setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha, tetap sifatnya dan keuntungan mencari laba atau keuntungan, harus mematuhi pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Bisnis dan HAM atau Principles on Business and Human Rights".
    "Pemerintah Indonesia telah  meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) No 60 Tahun 2023, tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) tanggal 26 September 2023. Jadi Stranas BHAM fungsinya sebagai pedoman bagi pelaku usaha (termasuk perusahaan) untuk ikut serta dalam penghormatan HAM pada sektor bisnis. Mereka harus punya tanggung jawab, tidak boleh lepas dari responsibility mereka untuk menghormati hak asasi manusia (HAM)", jelas Nukila.
    "Jadi Prinsip-Prinsip Panduan PBB berisi tiga (3) bab, atau pilar: melindungi, menghormati, dan memulihkan. Jadi  perusahaan sebagai pelaku usaha itu, mau mulai beroperasi, sedang menjalankan bisnis ataupun bisnis nya telah tuntas, mereka harusnya tau kondisi Rempang diawal, misalnya ternyata sudah ada penolakan, tidak ada konsultasi yang  efisien dilakukan, maka sebenarnya pelaku bisnis itu harus aware dan berkonsultasi ke pemerintah tentang riak-riak konflik di Rempang dan mengambil langkah-langkah, apakah bisnis mereka rasional didirikan ditengah penolakan masyarakat Rempang, atau apakah bisnisnya aman dan nyaman dilaksanakan, lalu pemerintah juga harus berinisiatif  mencegah terjadinya  pelanggaran hak asasi manusia dalam operasional perusahaan atau pelaku usaha", tegas Nukila lagi. 
    "Saya juga menerima video kejadian dari POM tentang dugaan kekerasan yang dilakukan oknum perusahaan hari ini. Saya pikir, jika benar terbukti, perusahaan sudah melanggar etika dan hukum serta ditambah mempermalukan Pemerintah kita, Kementrian Hukum dan HAM sebagai inisiator stranas HAM, belum lagi memalukan Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) yang terdepan dalam membela kepentingan masyarakat Indonesia dan negara bahkan di forum-forum internasional, sebab Kemenlulah sebagai garda terdepan yang menjelaskan persoalan Rempang ini ke dunia internasional", kata Nukila.
    "Setahu saya, bukan kali ini saja diduga perusahaan tersebut melakukan kekerasan, ada juga laporan dari teman saya di POM, bahwa ada penjual makanan, lewat dikampungnya sendiri, tiba-tiba ada dugaan oknum dari perusahaan, menghentikan dan memeriksa secara detil penjual tersebut, saya belum dapat detil apakah jualannya ikut dirusak ?. Cara-cara seperti ini tak elok, kalaupun bukan oknum atau karyawan perusahaan, masak iya ada preman di gaji untuk menakut-nakuti warga Rempang ?, lagipula, dari awal mula kasus Rempang  mencuat, betapa hebatnya komposisi tim pemerintah, mau pakai cara coercive atau kekerasan, atau mau pakai cara bujuk rayu dan lainnya, rakyat Rempang tak bergeming. Mereka tetap menolak Project Eco City ini. Mau pemerintah buat Perpres 78/2023 tentang dampak sosial atau  kompensasi untuk relokasi dan rumah, kalau masyarakat Rempang menolak, jangan coba-coba beri hadiah. Semuanya rugi! Sudah banyak ruginya negara, rugi pemerintah dan rugi masyarakat", tegas Nukila.
    Diakhir tanggapan serta komentarnya, Nukila mengatakan, "dalam bisnis itu yang terpenting etikanya, dengan etika yang baik, maka bisnis akan berjalan mulus".(Edysam).




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ