ROHIL- (MOMENRIAU.COM). Pemandangan adanya orang kurang waras berkeliaran ditengah kota Bagansiapiapi cukup membuat kaum ibu agak riskan, karena boleh dikatakan agak porno. Namun menurut informasi, kondisi

Orang gila setengah porno jadi tontonan keseharian di kota Bagansiapiapi

Sabtu, 22 Juni 2019 - 12:42:39 WIB Cetak

Tampak di tengah kota bagansiapiapi pemandangan kurang enak dimata terutama kaum ibu ibu adanya orang di duga gila setengah porno, pemandangan ini sudah berlangsung lama

ROHIL- (MOMENRIAU.COM). Pemandangan adanya orang kurang waras berkeliaran ditengah kota Bagansiapiapi cukup membuat kaum ibu agak riskan, karena boleh dikatakan agak porno. Namun menurut informasi, kondisi " pembiaran" sepertinya ini sudah berlangsung sekian lama, sepertinya sudah merupakan hal biasa dan terbiasakan untuk dijadikan "tontonan".

Orang yang kononnya sakit jiwa alias gila, seyogyanya tidak terlihat keberadaannya didepan khalayak ramai, bila mengacu kepada undang-undang no.36 tahun 2009. Namun, pada kenyataan, kita dapat melihat  keberadaan orang gila tersebut, di ibu kota Kabupaten Rokan Hilir yakni Bagansiapi api yang berjuluk kota "Seribu Kubah".

Dengan objek pandang terhadap yang kononnya orang kurang waras alias gila berkeliaran dalam kondisi "telanjang", tidak jarang para pendatang yang baru mengunjungi kota Bagansiapiapi menjadi terheran-heran.

Karena keadaan demikian sepertinya dianggap biasa saja, maka awak media momenriau.com  mencoba mencari tahu, apakah warga masyarakat setuju kalau kondisi si orang "gila" terus-terusan demikian ? Terhadap seseorang mengaku asli berdomisili di kota Bagansiapiapi, berinisial Ti, pada hari Selasa (18/06-2019), dengan lugas lelaki tersebut menjelaskan bahwa, orang yang diduga gila tersebut, memang sudah sejak lama ada, namun..., suka atau tidak suka, terpaksa harus kita pandang saja ketika orang kurang waras tersebut melintas dihadapan kita".

Masih menurut Ti, dengan tegas mengatakan, tidak sepantasnya kita membiarkan orang demikian itu menata dan menjalani kehidupan sendiri.

Lebih lanjut Ti seperti mengeluh dengan mengatakan ;"seandainya mereka ada keluarga, tetapi keluarga orang kurang waras tersebut tidak peduli dan atau tidak mampu buat mengurus, menurut rasa hati saya, tentu negara harus bertanggung jawab untuk mengurus orang kurang waras dimaksud".

Sebelum mengakhiri bincang-bincang dengan awak media, Ti berharap ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM-red) yang mau mempertanyakan ini kepada, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, kalau ternyata ada unsur melanggar undang-undang, agar LSM tersebut mau melakukan gugatan class aktion kepengadilan. 

Kalau mau pemerintah "membaca" apa yang diamanahkan oleh undang-undang no.36 tahun 2009, maka pada pasal; 149 ayat (1) "Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan".

Pada pasal; 149 ayat (2) "Pemerintah, Pemerintah daerah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum". Sedangkan pada pasal; 149 ayat (4), sepertinya makin dipertegas dengan jelas yang bunyinya ;"Tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin". 

Dimintai tanggapan mengenai amanah pasal-pasal diatas, pada hari Selasa (18/06-2019), melalui aplikasi WhatsApp (WA-red), Surya Arfan selaku Sekretaris Daerah (Sekda - red) Kabupaten Rokan Hilir, namun sayang, walaupun pesan dikirim terlihat centang dua berwarna biru mengindikasikan bahwa pesan sudah dilihat, namun sayang, Surya Arfan tidak memberikan jawaban atau respon. (Tim/Edysam).




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ