Tanah Ulayat Dijualbelikan, DPH Kerapatan Empat Suku Kubu Ambil Sikap

Senin, 19 April 2021 - 22:46:21 WIB Cetak

Deretan para pengurus Dewan Pengurus Harian (DPH) Kerapatan Empat Suku Kubu saat melaksanakan konferensi pers

BAGAN BATU --- Konflik lahan eks PT Kurnia Rahmat (Kura) yang membentang luas di Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir kini memasuki babak baru.

Hal itu terungkap saat Dewan Pengurus Harian (DPH) Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu menggelar konferensi pers tentang pencabutan hibah kepada penerima H Adnan tertanggal 20 Desember 1977 dan pelurusan hibah kepada penerima hibah Hj Lailatul Kaftiah beserta ahli waris yang dilakukan pada 7 Maret 2002 lalu.

Konferensi pers itu dilaksanakan di kediaman Ketua DPH Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, Nurdin Muhammad Tahir di jalan Imam Munandar Gang Fakih Ibrahim, Kepenghuluan Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah, Senin (19/04) petang.

Pada kesempatan itu juga turut dihadiri Sekretaris DPH Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, Zuhaifi ST, Bendahara, Bukrim, Ketua Suku Hamba Raja, Khalifah Kamalul Matwafa, Ketua Suku Bebas, Hasan Basri dan pengurus lainnya.

Nurdin Muhammad Tahir yang bergelar Encik Wira Siak itu didampingi pengurus lainnya menyampaikan 2 poin yang pertama adalah pencabutan hibah atas tanah ulayat milik Suku Melayu Hamba Raja seluas lebih kurang 6.000 hektar dari dalam bidang tanah seluas 100.000 hektar yang terletak di Kepenghuluan Bagan Sinembah Kecamatan Kubu Kabupaten Bengkalis yang kini menjadi Kabupaten Rokan Hilir, yakni dikawasan Kecamatan Bagan Sinembah meliputi Kelurahan Bagan Batu Kota, Kepenghuluan Bagan Batu, Kelurahan Bahtera Makmur Kota dan Kepenghuluan Bahtera Makmur.

Dan di Kecamatan Balai Jaya meliputi Kelurahan Balai Jaya Kota, Kepenghuluan Balai Jaya, Kepenghuluan Pasir Putih, Kepenghuluan Pasir Putih Barat serta Kecamatan Bagan Sinembah Raya meliputi Kepenghuluan Bagan Sinembah, Kelurahan Bagan Sinembah Kota.

Dalam poin pertama tersebut, Nurdin mengatakan penerima hibah adalah Haji Adnan Bin Haji Matkudin Bin Abdurrahman Bin Orang Kayo Onik yang dituangkan dalam risalah pertemuan/musyawarah adat dalam lingkungan Suku Hamba Raja pada tanggal 20 Desember 1977.

Pada poin kedua adalah pencabutan hibah atas tanah ulayat milik suku Melayu Hamba Raja seluas 6.000 hektar yang terletak di Kepenghuluan Bahtera Makmur, Kepenghuluan Pasir Putih dan Kepenghuluan Balai Jaya dari penerima hibah Hj Lailatul Kaftiah, Hj Nur Izmah Adnan, H Adlan Adnan, H Hamdani Adnan, dan H M Ali Adnan.

Hal itu sebagaimana dituangkan dalam risalah pertemuan pemuka adat Suku Melayu Hamba Raja Negeri Kubu tentang pelurusan/pengalihan hibah hutan tanah ulayat suku Melayu Hamba Raja Negeri Kubu Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau tertanggal 7 Maret 2002.

"Secara resmi kita cabut hibahnya mulai hari ini, dan selanjutnya akan kami surati secara resmi," ungkap Nurdin.

Ditegaskannya, dalam waktu dekat ini pihaknya akan mensomasi pihak terkait tersebut diatas dimana juga akan ditembuskan dan permohonan untuk tidak melanjutkan surat menyurat kepada instansi terkait yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Rokan Hilir, Bupati, Camat, Kapolres dan instansi lainnya serta para Datuk Penghulu atau Lurah.

Dijelaskannya lagi, pencabutan hibah itu bukan tanpa alasan. Sebab hibah yang diberikan kepala Suku Hamba Raja pada waktu itu tidak mendatangkan kemaslahatan baik kepada ahli waris dan kemaslahatan umum terlebih masyarakat kesukuan khususnya Suku Hamba Raja Kenegerian Kubu.

"Kita lihat situasi di lapangan, (tanah hibah) itu tidak mendatangkan kemaslahatan terhadap ahli waris khususnya yang dituangkan dalam risalah hibah tahun 1977, atau tahun 2002 atau diperkuat lagi dengan putusan hukum Mahkamah Agung (MA) Nomor 1673 itu tidak berkeadilan," ungkapnya.

"Itu satu, yang kedua, tidak mendatangkan kemaslahatan umat atau kemaslahatan umum seperti diperjualbelikan tanpa melibatkan yang berkepentingan. Lalu siapa yang berkepentingan, adalah masyarakat persukuan terkhusus suku Hamba Raja," paparnya.

Lebih lanjut, Nurdin mengatakan pencabutan hibah ini baru dilakukan saat ini karena adanya hukum adat yang berlaku yang artinya tidak serta merta orang perorangan cabut kasih, cabut kasih. 

"Ada namanya pertemuan adat, sebelum puasa kemarin kita ada melakukan musyawarah adat yang dihadiri semua suku, sebagaimana yang kita ketahui di Kubu ini 4 suku yang pertama ada suku Rao, Suku Hamba Raja, Suku Aru dan suku Bebas ini bermusyawarah tentang apa yang ada di lapangan seperti tadi tidak adanya kemaslahatan, makanya kita majelis menyikapi hal itu dengan bijaksana, maka harus dicabut hibah itu," pungkasnya.

Sementara itu, sekretaris DPH Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, Zuhaifi ST pada kesempatan itu kembali menegaskan bahwa pencabutan hibah itu berdasarkan beberapa poin, yang pertama adalah penyalahgunaan hibah.

"Disini saya pertegas kenapa hibah itu dicabut, pertama penyalahgunaan hibah. Hibah tidak boleh diperjualbelikan, tetapi hibah ini dialihkan dari H Adnan kepada Hj Lailatul Kaftiah termasuk H Adelan sebagai ahli waris yang melakukan jual beli lahan PT Kura, sementara hibah ini tidak hanya terfokus kepada PT Kura tetapi ada 100.000 hektar yang dihibahkan Suku Hamba Raja kepada H Adnan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit, nah begitu hibah ini dilakukan pelurusan pada 2002, ahli waris menjual tanah hibah ini, tanah ulayat ini, tidak boleh diperjualbelikan. Itulah faktor utama kita lakukan pencabutan hibah ini," terang Zuhaifi.

"Nah kalau ada persolaan jual beli, penerbitan sertifikat dan lain sebagainya, nanti akan kita tinjau ulang lagi. Kepentingannya untuk apa, konteksnya untuk apa. Kalau kepentingannya untuk kemaslahatan umum seperti rumah sakit, rumah ibadah, sekolah, ini akan hibah ulangkan. Ini berdasarkan rapat kita tanggal 11 (April) kemarin, kita sepakat untuk melakukan peninjauan ulang terhadap hibah itu," tuturnya.

Ketika ditanyakan status hukum tanah terkait sudah terbitnya surat menyurat atau bahkan sertifikat tanah kepada para pembeli tanah hibah Suku Hamba Raja itu, Zuhaifi secara tegas mengatakan akan melakukan upaya hukum.

"Status dalam hukum adat, begitu tanah hibah dicabut, ini tanah kembali kepada pemilik adat, kalau dulu suku Hamba Raja, yang mana sekarang ini kami berhimpun mejadi Majelis Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, ini kembali kepada kami," pungkasnya.

Ia menyebutkan akan melakukan upaya hukum, dimana meski pada awalnya Kenegerian Kubu sebelum NKRI ada, terlebih dahulu berdaulat dengan Kesultanan Siak. Upaya hukum yang dilakukan tentunya bukan lagi berdasarkan kerajaan, akan tetapi sesuai dengan turunan hukum yang berlaku di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

"Tidak mengurangi rasa hormat ataupun menzolimi yang kita lakukan, karena sebelum NKRI ini ada bahwa Negeri Kubu, daulatnya adalah Kesultanan Siak. Lebih dulu ada kerajaan ini baru NKRI. Ini perlu digaris bawahi bahwa kami punya ataupun kami sebagai watan negeri, pemilik sah dari tanah ulayat ini. Terutama yang ada di Bagan Sinembah, karena Bagan Sinembah adalah bagian Kenegerian Kubu. Dan ini tidak hanya di Bagan Sinembah, karena ada tanah ulayat yang sampai ke perbatasan Sumatera Utara terutama mengarah ke arah laut sana yaitu Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas ini juga akan kita selesaikan permasalahan permasalahan ini," ujarnya mengakhiri.

Seperti diketahui, tanah ulayat Suku Hamba Raja yang dihibahkan kepada Almarhum H Adnan Bin Matkudin itu dikenal dengan nama PT Kura yang membentang luas di wilayah Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah.

Tanah itu pun kini sudah beralih hak kepada orang lain yang bukan merupakan ahli waris dari H Adnan Bin Matkudin. (min)




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ