Warga di Rohil Tanpa Izin Tanam Ubi di Lahan SHM, Didoser Malah Minta Ganti Rugi 40 Juta

Selasa, 08 Agustus 2023 - 19:41:07 WIB Cetak

ROKAN HILIR - Seiring dengan munculnya konflik masalah lahan milik salah seorang pengusaha Rokan Hilir, Hendra Yunizar dengan warga masyarakat mulai terungkap.

Ironisnya, lahan yang dipersoalkan itu justru sudah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) namun malah ditanami ubi dan bahkan dijadikan pemukiman warga. Akan tetapi, saat di buldozer, warga malah minta ganti rugi Rp 40 juta dan minta ganti lahan seluas 4 hektare.

Hal itu terungkap setelah dilakukan mediasi di Kantor Camat Balai Jaya, Jalan Lintas Sumatera Kecamatan Balai Jaya Kabupaten Rokan Hilir, Senin (7/8/2023) pagi.

Dimana mediasi tersebut juga dihadiri oleh camat Balai Jaya, Muhammad Fauzan S.Pt, Kapolsek Bagan Sinembah, Jhon Pirdaus, Koramil Bgs/03, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Rohil, diwakili Kabid DLH, Karlos, Lurah Balai Jaya, Eka Iskandar, Penghulu Pasir Putih, Hariyen, Pihak PT Bagan Multi Sawit dan Puluhan Warga Kelurahan Balai Jaya Kota dan Kepenghuluan Pasir Putih.

"Tapi belum kita putuskan, dan nanti akan diadakan mediasi lanjutan pada Kamis (10/8/2023)," ungkap Penasehat Hukum dari Hendra Yunizar, Hanchen Stephanus Dermawan Butar Butar SH didampingi Khairul Saleh SH, MH dan Saroha Parlindungan SH usai mediasi tersebut.

Lokasi yang menjadi persoalan, lanjut Hanchen, berada di Jalan Lintas Sumatera KM 39 Balai Jaya. Dimana, di lokasi itu kliennya membangun pabrik Berondolan kelapa sawit dan saat ini sudah hampir tahap finishing.

Persoalan sengketa lahan itu, terang Hanchen kembali, sebenarnya sudah lama terjadi dan kliennya telah mengantongi SHM. Sedangkan warga, menurut yang ia ketahui hanya surat desa yakni Desa Pasir Putih.

"Permasalahannya warga dan pihak desa mengklaim tanah yang didoser itu masuk wilayah Desa Pasir Putih, sedangkan tanah milik klien kami berada di Kelurahan Balai Jaya Kota, termasuk lokasi pabrik. Jadi mereka komplain soal tanah yang didoser itu," tegasnya.

Dari mediasi itu, pihaknya memberikan penawaran untuk ganti rugi lahan seluas setengah hektare di luar lahan yang menjadi objek sengketa.

"Namun masyarakat meminta 4 hektare, intinya belum kami sanggupi dan nanti keputusannya saat mediasi lanjutan," pungkasnya.

Sebelumnya, saat mediasi, Hanchen menjelaskan persoalan itu dan kliennya juga sudah pernah menawarkan ganti rugi berupa lahan kepada masyarakat seluas 1 hektare, namun pihaknya meminta data siapa saja yang memiliki alas hak yang mendapat ganti rugi itu. Akan tetapi masyarakat masih belum memberikan jawaban.

"Awalnya sekitar 68 orang, lalu bertambah 100-an orang dan terakhir menjadi 270 orang. Jadi mana yang bisa dipercaya," pungkasnya.

Dirinya juga menyikapi terkait dengan pernyataan Datuk Penghulu (Kepala Desa) Pasir Putih, Harien yang sebelumnya mengatakan ada persoalan tapal batas desa dengan Kelurahan Balai Jaya Kota di lokasi lahan milik kliennya tersebut.

"Kalau memang kita mendapatkan win win solution, jangan kita bicara data. Kita cari solusinya. Ini kita mediasi, kita cari jalan keluarnya. Solusi dari kami ada setengah hektare diluar lahan tersebut yang kita hibahkan. Tapi yang benar-benar masyarakat yang memiliki alas hak," pungkasnya.

Mediasi itu sempat alot, pasalnya masyarakat sempat menolak ganti rugi dan akan tetap bertahan di lahan tersebut. Salah satunya Mariana Sinaga, dirinya merasa lahan itu merupakan hak nya dan masih dalam wilayah Kepenghuluan Pasir Putih.

"Saya tidak setuju diganti rugi, karena itu wilayah Pasir Putih, bukan Balai Jaya.
Saya tidak merasa menyerobot. Kami bawa surat, silahkan pihak kalian bawa surat juga dan bacakan," ujarnya.

Namun pernyataan itu dibantah Lurah Balai Jaya Kota, Eka Iskandar bahwa pertemuan hari ini dilakukan untuk mediasi bukan mencari siapa yang benar siapa yang salah.

"Kami disini memfasilitasi mediasi, bukan memihak sana sini. Apabila deadlok kami persilahkan kepada masing-masing pihak tempuh jalur hukum," kilahnya.

Sebelumnya, atas pembangunan pabrik berondolan yang atas nama PT Bagan Multi Sawit, Lurah Balai Jaya Kota Eka Iskandar sempat menyingung bahwa perusahaan tidak ada melapor kepada pemerintah setempat.

Eka mengatakan bahwa sebagai instansi pemerintah sangat mendukung dengan berdirinya perusahaan pabrik Berondolan kelapa sawit itu, pasalnya dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun hal itu tentunya harus sesuai dengan regulasi yang ada.

Meski demikian, dirinya meminta kepada Dinas yang hadir dan perusahaan agar melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat.

"Saya menyarankan agar selalu berkordinasi, baik itu sebagaimana proses administrasi perusahaan, sehingga apabila ada yang bertanya kami bisa menjawab. Jadi dalam permasalahan ini kita selesaikan dengan kepala dingin, tidak ada solusi yang tidak bisa diselesaikan," ungkapnya.

Eka Iskandar juga mengklarifikasi atas surat himbauan dari pemerintah Kelurahan Balai Jaya Kota untuk menghentikan aktivitas pembangunan Pabrik Berondolan tersebut untuk menjaga situasi yang kondusif.

"Kita buat surat himbauan itu juga setelah adanya kisruh di lapangan," pungkasnya.

Dirinya juga menyarankan pihak Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) untuk selalu berkoordinasi dengan aparat pemerintah setempat terkait progres perizinan sehingga dapat mengetahui dan menyampaikan kepada masyarakat agar tidak terjadi konflik ditengah-tengah masyarakat.

"Perizinan ini kami limpahkan kepada dinas yang ada, cuma ini masalah etika. Tidak ada laporan atau melaporkan ke kita, jadi kita bingung juga sampai mana permasalahan ini," tegasnya.

Pada kesempatan itu, Eka juga meminta penjelasan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rokan Hilir termasuk izin HO (Hinder Ordinary) atau izin gangguan.

Pada kesempatan itu, Kepala Bidang Penataan dan Pentaatan Dinas Lingkungan Hidup, Carlos Roshan mengungkapkan bahwa pihak perusahaan sudah pernah mengajukan rencana kegiatan pertanggal 15 Desember 2022. Surat itu sudah dibalas dengan menyebutkan beberapa poin untuk membuat dokumen kajian lingkungan.

"Surat tersebut sudah kami balas dan menyebut kan persyaratan salah satunya lahan tersebut sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang, perusahaan sudah memiliki persetujuan teknis, kemudian membuat dokumen lingkungan apabila sudah dilakukan, kami bisa menyetujui. Memang sampai saat ini belum ada laporan ke kita tentang dokumen lingkungan itu," pungkasnya.

Terkait HO, Carlos menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri sudah membuat peraturan Nomor 19 Tahun 2019 yang menghapuskan izin HO. Dirinya sendiri tidak mengetahui secara pasti apa alasannya.

"Kalau kami, (izin HO) itu sebenarnya wajib karena perlu kejelasan tentang sepadan, namun entah bagaimana dicabut. Sampai saat ini tidak ada peraturan baru terkait hal itu," terang Carlos.

Diketahui, pabrik Berondolan kelapa sawit tersebut belum beroperasi dan bahkan pembangunannya pun masih berlangsung. Namun akibat lahan yang ditanami ubi oleh warga didoser, jalan menuju lokasi pabrik diblokir warga.




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ