Awak media kami sedang melihat disalah satu Kedai Sembako yang memajang "Oli Bekas" dalam kemasa botol air mineral.
(Momenriau.com Lingga). Oli bekas yang katanya adalah merupakan "Limbah B3" dan apabila menetes setitik aja kemedia lingkungan (rumput atau pohon2 lainnya-red), maka ada "sanksi" hukum terhadap orang dan atau badan hukum dan atau Institusi yang sebagai penyebab hal itu.
Kalaulah Undang-undang dan atau peraturan itu memang betul ada (Undang-undang Lingkungan-red), maka timbul pertanyaan, siapa dan atau Institusi mana yang bertanggung jawab terhadap pengawasan terhadap "Limbah B3" dimaksud ?.
Menurut pengamatan awak media kami, beberapa waktu belakangan ini, dibeberapa Kecamatan yang berada di Kabupaten Lingga, sepertinya "Limbah B3" tersebut "bebas diperjual belikan" di warung atau kedai.
Masih menurut pengamatan serta informasi yang kami rangkum dari masyarakat, "Oli Bekas alias Limbah B3" yang diperjual-belikan kepada masyarakat umum tersebut, dipergunakan oleh "komsumen" sebagai alternatif pengganti pelumas bagi mesin atau motor penggerak armada. Ada juga dipergunakan untuk sebagai pelicin rantai "Shin-Shaw" ketika seseorang menebang kayu.
Sering sekali ada oknum-oknum yang berucap ketika ada suatu persoalan, bahwa "itu sudah peraturannya" dan atau "itu sudah ditentukan oleh Undang-Undang".
Kalaulah memang benar ada "Undang-Undang Lingkungan" yang berisi pasal-pasal mengatakan bahwa "Oli bekas" dan atau "Limbah B3" diberlakukan ketentuan khusus dalam hal pengemasannya, maka sebaiknya, aparatur berkompeten, segera mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat. Ini semua, bertujuan seperti yang sering diucapkan oleh oknum aparatur bahwa "ini sudah aturanya". Janganlah, aparat terkesan membuat "Standard Ganda" dalam penegakkan peraturan dan atau undang-undang.(Edysam).