(Momenriau.com Kepri). Seperti yang sudah pernah kami rilis sebelumnya, dalam tulisan berjudul ; Nukila Evanty, "Ibu Rusmawati Berhak Meminta Ganti Untung Atas Tanahnya, Saya Akan Cari Pendamping Hukum", tayang sejak Jumat, 20 Juni 2025 | 13:06:00 WIB.
Maka pada hari ini, Kamis (03/07-2025) kami mendapatkan info lagi dari Rusmawati, bahwa ada pihak-pihak yang terkesan mengintimidasi Rusmawati dengan atas nama profesi tertentu, narasinya sepertinya mengancam dengan halus, agar Rusmawati segera meninggalkan rumahnya di Tanjung Banun, Rempang Kepulauan Riau, jika tidak, maka eksekusi relokasi tetap akan dilakukan. Sebagai seorang wanita, sontak Rusmawati menjadi ketakutan dan merasa terintimidasi dengan adanya ancaman tersebut.
Karena merasa terintimidasi, Rusmawati meminta pendapat kepada Nukila Evanty selaku Ketua "Inisiasi Masyarakat Adat (IMA)", selaku juru bicara Persatuan Orang Melayu (POM) Batam dan sebagai aktifis HAM serta hak-hak masyarakat adat pada hari yang sama yaitu Kamis (03/07-2025).
Dikonfirmasi awak media ini kepada Nukila (Mbak Nukila sapaan akrabnya-red), aktifis tersebut dengan jelas mengatakan ; " "menurut saya, pertama ada dugaan intimidasi yang dilakukan oleh oknum yang tidak senang kepada bu Rusmawati, karena tidak mau pindah dari Tanjung Banon dan tidak mau menerima tawaran harga ganti rugi rumah. Kedua, cukup lah bagi masyarakat adat dan komunitas marjinal yaitu bu Rusmawati hanya punya bukti kepemilikan tanah berupa surat alas (seperti Surat Keterangan Tanah/SKT)".
Lebih lanjut Nukila mengatakan ; "Masyarakat di Tanjung Banun, Rempang ini, kan sudah lama sejak jaman beberapa keturunan tinggal disana, bahkan sebelum berbagai UU itu muncul termasuk UU Agraria. Oleh karena itu, yang Ketiga, saya mengingatkan semua pihak termasuk BP Batam tentang rekomendasi Ombudsman yang menyoroti potensi maladministrasi dalam proses -proses pengambilan tanah, harus dihindari dan menekankan pentingnya BP Batam dan pihak-pihak terkait lainnya, mengutamakan kepentingan masyarakat. Harus dipastikan adanya consent atau persetujuan, ditambah kesepakatan melalui musyawarah disegala aspek. Keempat, menghornati hak-hak masyarakat Rempang, ada hak aman bebas dari gangguan, hormati hak sosial budaya, hak sebagai perempuan, hak membesarkan keluarga, hak atas ekonomi serta persamaan kedudukan dalam hukum".
Menurut Nukila lagi ; "pihak -pihak yang berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Rempang ini, harus bisa menahan diri, tidak melakukan pemaksaan dan selalu mengedepankan dialog. Layaknya bertamu di tempat mereka, tamu harus menghormati tuan rumah kan. Jangan lupa pula rekomendasi Komnas HAM kepada BP Batam terkait masalah di Rempang ini, yang semuanya berpotensi menimbulkan masalah HAM dan ketidak-adilan. Komnas HAM juga meminta BP Batam melakukan dialog yang lebih intensif dengan masyarakat terdampak, yaitu masyarakat Rempang secara terus menerus, serta memastikan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dalam proses pembangunan tersebut".
Dengan adanya informasi ini, bila Kepala BP Batam sekaligus sebagai Wali Kota Batam (Amsakar-red) tidak mengetahui terkait dugaan adanya intimidasi dan atau pengancaman halus terhadap Rusmawati warga kampung Banun Rempang, yang belum mau menyerahkan rumah kediamannya ini, segeralah telusuri untuk mencari tahu tentang "apa yang sebenarnya terjadi dilevel lapangan" terkait dugaan adanya tekanan terhadap Rusmawati.(Edysam).