(Momenriau.com Lingga). Kami terima imformasi pada hari Selasa (03/09-2024) dari masyarakat Daik Kabupaten Lingga, informasi tersebut menjelaskan bahwa, "Sultan Mahmud Muzafa'ar syah III, memindahkan kerajaannya dahulu, dari Hulu Riau ke Daik Lingga, dan akhirnya beliau wafat di Daik Lingga dan dimakamkan dibukit Cengkih".
Lebih lanjut sumber menjelaskan dengan mengatakan, "namun tidak berarti sejarah Johor, Pahang Riau Lingga terputus, masih tetap tersambung, sebab Pewarisnya masih hidup sehingga detik ini. Sultan mahmud muzafa'ar syah III. Memindahkan pusat kerajaan nya ke Daik Lingga, karena situasi di hulu Riau yaitu Istana Kota Rebah dan Istana kota Piring, sudah tidak aman karna sudah tercium oleh belanda tentang keberadaan Sultan saat itu. Dan perlu diketahui, kerajaan Riau Lingga adalah kerajaan EMPIRE tidak sama seperti kerajaan Nusantara".
"Kegiatan pengerukkan tanah yang lokasinya tidak berapa jauh dari Makam Sultan Mahmud Muzafa'ar syah III, tepatnya di simpang Jln.Tande Hulu, Simpang Lubuk Solok dan Lubuk Pelawan Daik Lingga, dikhawatirkan dapat mengganggu postur tanah dan mungkin akan berimbas terhadap lokasi pemakaman Aultan tersebut", tegas nara sumber lagi.
Mengakhiri informasinya, masyarakat Daik melalui narasumber berharap dengan mengatakan, "walaupun tanah kerukkan tersebut digunakan untuk tujuan pembangunan, namun jangan sampai mengakibatkan bangunan dan atau Makam Sultan yang penuh nilai sejarahnya itu berpotensi akan rusak, rasanya tidak elok bila sampai terjadi hal yang tidak diinginkan seperti longsor, yaitu bila hujan mengguyur tanah diseputar lokasi Makam Sultan, maka dari itu, kepada pihak yang berkompeten terutama Pemkab Lingga, bisa memikirkan dan mencari alternatif lain demi mengantispasi kekhawatiran masyarakat, bila perlu, stop pengerukkan yang sedang dan akan silakukan di seputaran lokasi tersebut".
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya", itu ungkapan yang sering diucapkan oleh orang-orang pencinta sejarah. Lahirnya ungkapan tersebut, bukan sekedar ungkapan saja, namun memiliki pesan bahwa "kenangan sejarah kalau sudah musnah, maka anak cucu, khususnya di Daik Lingga, sebagai generasi penerus, tidak tahu bahwa nenek moyangnya pernah berperang melawan penjajahan Belanda".(EDYSAM).