(Momenriau.com Kepri). Walaupun masih banyak warga-warga kampung tua di Pulau Rempang menolak Relokasi dari kampung halamannya, namun Badan Pengusahaan (BP) Batam, tetap memulai peletakan batu pertama dan akan membangun empat (4) unit rumah percontohan dilokasi seputar kampung Tanjung Banon, Pulau Rempang pada hari Rabu (10/01-2024).
Pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam, seakan "tidak mendengarkan suara lantang penolakan dari warga kampung-kampung tersebut dan Pemerintah terkesan sedang mempertontonkan kekuasaan dengan memaksakan kehendak" dengan peletakkan batu pertama pembangunan beberapa unit rumah sebagai percontohan.
Dengan situasi yang terjadi terhadap warga beberapa perkampungan tua di Pulau Rempang ini, mengingatkan kita tentang peristiwa peperangan yang terjadi dinegara Palestina, dimana Zionis Israel memerangi penduduk Palestina demi suatu hasrat ingin menguasai tanah wilayah Palestina untuk dijadikan sebagai wilayah kekuasaan mereka (Zionis Israel-red).
Terhadap situasi dan kondisi di Palestina tersebut, lalu Pemerintah kita (NKRI), dengan lantang menyerukan kepada dunia bahwa kita tidak mentoleril dan mengutuk terhadap aksi Zionis Israel tersebut yang terlihat ingin menjajah Palestina. Sementara itu, terhadap problem yang terjadi saat ini di beberapa kampung tua di Pulau rempang, dengan berbagai alasan serta kononnya berdasarkan peraturan, pemerintah kita, ingin mengusir rakyatnya sendiri dari kampung halamannya dengan bahasa santun yaitu Relokasi, sedangkan warga yang lahirnya di Pulau Rempang tersebut, enggan untuk di Relokasi karena mereka sangat mencintai kampung tua mereka dengan beribu kenangan dan atau sejarah dari leluhur mereka.
Pada dasarnya, Proyek Rempang Eco-City ini yang merupakan Proyek Strategis Nasional, mungkin baik untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi negara kita dan akhirnya bisa mensejahterakan rakyat, namun jangan sampai tujuan ingin mensejahterakan rakyat, malah menjadi penyebab kesengsaraa bagi rakyat pula, khusus rakyat Indonesia yang sudah mendiami Pulau Rempang bertahun-tahun silam.
Menilai kondisi masyarakat Rempang saat ini, Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) dan Perwakilan serta Juru Bicara Persatuan Orang Melayu POM Rempang yaitu Nukila Evanty nerucap, "saya menyesalkan tindakan opresif dari Pemerintah kota Batam. Bahkan sampai kemarin tepatnya hari Sabtu (13/01-2024), masyarakat Tanjung Banon dan sekitarnya dilarang melewati wilayahnya sendiri oleh aparat, ini sangat memprihatinkan !, saya kira di Indonesia kok masih bisa terjadi hal-hal seperti ini!, mereka (Pemerintah), keliatannya secara sistematis ingin menekan terus masyarakat adat Rempang".
Lebihlanjut Nukila Evanty mengatakan, "dengan menerbitkan PP atau Peraturan Presiden No 78/2023, mereka kira bisa seenaknya merampas kepemilikan masyarakat adat Rempang terhadap tanah adat. Mereka kira atas nama PSN (Project Strategis Nasional) bisa seenaknya menggusur!. Kalau ini terjadi, adalah bagian memusnahkan suatu masyarakat adat berserta dengan sejarahnya, budaya, kebanggan leluhur dan sumber kehidupan. Hal ini, termasuk ingin menghancurkan masa depan anak-anak pulau Rempang".
"Menjelang Pemilu 2024, "bukannya memberikan contoh yang baik, elite mendiamkan, politisi mendiamkan , penegak hukum juga demikian, sama siapa lagi masyarakat adat bisa mengadukan nasibnya?", tegas Nukila Evanty.
"Sebagai sebuah negara anggota PBB, jelas pemerintah harus mematuhi Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak masyarakat adat atau disebut "UNDRIP (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples). Dalam UNDRIP tersebut, adat dijamin hak hidup, hak budaya, hak sipil, hak tanah, hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Pemerintah kota Batam sudah pahamlah, bahwa di wilayah mereka ada masyarakat adat Rempang dan semestinya tidak boleh mengabaikan hak-hak masyarakat adat Rempang, walaupun sebagian besar kepemilikan tanah mereka tidak tertulis di atas kertas. Dan jangan pernah menawarkan metode kompensasi atau ganti rugi atau pilihan bangunan rumah kalau masyarakat adat Rempang sudah menolak!", kata Nukila lagi.
"Saran saya kepada Bapak, ibu di Pemerintahan Kota Batam, berbesar hatilah menerima penolakan dari masyarakat, bahwa memang bisnis dan proyek -proyek yang bapak/ibu tawarkan tersebut, sudah tidak pantas ditawarkan lagi. Kalau pemerintah masih ngotot, saya sebagai ketua IMA akan membawa isu ini ke mekanisme Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, saya harap kementrian luar negeri Indonesia (Kemenlu RI) juga mau memahami tentang isu seperti ini dan memfasilitasi pemerintah Batam, agar mereka lebih kalem, sadar bahwa ada hukum yang melindungi masyarakat adat Rempang dan masyarakat adat Rempang sudah demikian teraniaya dan terus disudutkan !", Pungkas Nukila.(Edysam).