Fari Sutadji, Pemerhati Pendidikan Riau
MR.com (Pekanbaru) - Pemerhati Pendidikan Riau Fari Suradji, menyayangkan sikap kritis pegiat sosial Sri Deviyani, selaku Koordinator Masyarakat Pejuang Zonasi (MPZ) yang cenderung kebablasan terkait pelaksanaan PPDB 2023/2024 tingkat SMA/SMK.Apalagi, sampai melontarkan pernyataan tanpa dasar yang kuat, seperti menuding Kepala SMAN 8 Pekanbaru Tavip Tria Candra, melakukan pembodohan dan pembohongan publik.
"Saya menyayangkan dan merasa prihatin karena Devi, bersama MPZ-nya kurang bijak dan cenderung kebablasan dalam menyikapi dan mengkritisi pelaksanaan PPDB tersebut.Kritis boleh-boleh saja, tapi jangan serampangan atau asal-asalan. Tidak hanya berdasarkan asumsi sepihak, tapi harus berdasar, didukung data dan fakta, sehingga tidak menjurus jadi fitnah.
Hati-hati dan mesti disadari, setiap tuduhan ada konsekuensi dan berimplikasi hukum," kata Fari kepada awak media di Wareh Kopi Jalan Aripin Ahmad Pekabaru, Kamis (20/07/2023), saat dimintai komentarnya menanggapi aksi dan pernyataan Koordinator MPZ Sri Deviyani, belakangan ini terkait PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) Tahun Ajaran 2023/2024 tingkat SMA/SMK di Riau.
Wakil Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Anak Putus Sekolah (PANTAS) Riau ini mengaku, awalnya ikut gembira dan mengapresiasi ada kalangan masyarakat yang intens mengawasi dan mengkritisi PPDB di Pekanbaru, seperti halnya Sri Deviyani dengan MPZ-nya.Karena ini bagus dan penting untuk mengingatkan pemangku kebijakan di dunia pendidikan agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.Namun, belakangan setelah melihat dan mencermati aksi yang bersangkutan dengan berbagai pernyataan dan tudingan negatif yang cukup gencar ke pihak sekolah, ia menilai ada yang tidak pas dan kebablasan.
"Pada prinsipnya saya mendukung apabila ada warga masyarakat mengkritisi kinerja pemerintah sebagai pengimbang untuk kestabilan pembangunan, termasuk di bidang pendidikan.Tetapi harus ada dasarnya terhadap persoalan dikritisi itu dan bantu juga apa solusinya.Jadi, tidak asal bicara, apalagi hanya narasi tanpa bisa dibuktikan.Lagipula, MPZ ini apa sudah berbadan hukum, sehingga berani mengkritisi dan siap dengan konsekuensinya, " bebernya.
Fari mencontohkan salah satu pernyataan dan tudingan miring dari Devi, di salah satu media online, Jumat 14 Juli 2023, dengan judul 'Kepsek SMA Negeri 8 Diduga Lakukan Pembohongan Publik?!!' Dalam berita yang dilansir di agroterkini.com itu, Koordinator MPZ Sri Deviyani, mempermasalahkan penjelasan Tavip berkenaan dengan jumlah rombongan belajar (Rombel) dan Jarak Zonasi di SMAN 8 dalam PBDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2023/2024, yang juga dimuat dibeberapa media online Senin 10 Juli 2023.
“Ucapan Tavip di beberapa media online tersebut diduga tidak berdasarkan fakta maupun data dari Dapodik,” ujar Sri Deviyani.
“Terkait peryataan kepsek membuat saya bukan hanya senyum dan geleng kepala, tapi saya terpingkal-pingkal, sebab Kepsek SMAN 8 diduga mencoba melakukan pembodohan dan pembohongan publik kepada sejumlah masyarakat,” kalimat yang dikutip dari link berita yang sudah tayang.
Fari mengaku cukup kaget dengan pemberitaan yang cenderung vulgar dan membuat stigma buruk terhadap pendidikan di Riau tersebut.Karena sejauh pengamatannya, pelaksanaan PPDB Tahun Ajaran 2023/2024 di Riau secara umum berlangsung baik dan lancar, sejuk dan nyaris tanpa gejolak, tidak seperti sebelumnya.Untuk itu, ia sangat mengapresiasi pihak sekolah dan Panitia PPDB yang telah menjalankan amanah dengan baik.
Munculnya pemberitaan negatif tentang Kepala SMAN 8 itu membuatnya kecewa dan prihatin, sebagai orang yang sejak lama bergelut dengan dunia pendidikan di Riau, ia merasa terpanggil dan tergerak untuk mengetahui apa yang jadi permasalahan sebenarnya di SMAN 8 Pekanbaru.
"Selang tak lama setelah munculnya pemberitaan itu, saya menemui Pak Tavip selaku Kepsek SMAN 8 guna mengetahui kronologis permasalahannya.Setelah mendengarkan penjelasan beliau berikut data dan fakta yang didapat di sekolahnya, saya menilai dan menyimpulkan apa yang diduga atau dituding Sri Deviyani itu tidak benar.Hanya berdasarkan asumsi, tanpa ada dasar yang kuat," ungkapnya.
Seperti halnya masalah rombongan belajar (Rombel), dimana Devi tetap ngotot menyebut bahwa SMAN 8 terdiri dari 37 Rombel, karena mempunyai bukti-bukti otentik berupa Dapodik yang update pada bulan Juni lalu.
"Jika kepsek beralasan pada Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tercantum disana standarnya adalah 36 Rombel, tetapi mengapa pada saat PPDB tahun 2022/2023 dibuka 11 rombel, kemudian dengan alasan undang-undang yang baru ditambah setelah PPDB,” katanya dalam pernyataannya di media tersebut.
Setelah ditelusuri, lanjut Fari, ternyata Deviyani mengacu pada Dapodik (data pokok pendidikan) yang ditayangkan di website Kemendikbud bulan Juni 2023. Padahal, itu masih Dapodik TP 2022/2023 atau data lama yang diinput tahun lalu. Sementara Dapodik TA 2023/2024 belum dirilis karena sekolah biasanya melaporkan data rombelnya setelah pelaksanaan PPDB 2023/2024 usai.
"Memang kalau mengacu Dapodik TA 2022/2023, tertera ada total 37 Rombel di SMAN 8 dengan rincian 12 Rombel kelas X, 12 Rombel kelas XI dan 13 Rombel kelas XII.Kenapa bisa demikian, karena pihak sekolah mengajukan diskresi kepada Kemendikbud Ristek melalui Gubernur Riau untuk penyesuaian Rombel agar sesuai dengan Permendikbud No 22/2016. Diskresi untuk dispensasi penambahan Rombel itu disetujui, makanya dalam PPDB 2022/2023, kelas X yang awalnya dibuka 11 rombel menjadi 12 Rombel," terang Fari mengutip penjelasan Tavip sembari menunjukkan surat persetujuan Kemendikbud Ristek yang dikirim ke Gubernur Riau tertanggal 25 Agustus 2022.
Ia mencermati ketidaksinkronan Rombel yang dipersoalkan Devi, lantaran keliru membaca Dapodik, mungkin mengira yang ada di website Kemendikbud itu Dapodik TP 2023/2024, padahal itu masih Dapodik TP 2022/2023.Selain itu, sikap kritisnya dengan aneka tudingan atau prasangka negatif juga salah alamat, karena kepsek hanya melaksanakan kebijakan saja di lapangan.
Lantas kenapa pada PPDB 2023/2024 di SMAN 8 tetap dibuka untuk 12 Rombel, sementara ada 13 Rombel kelas XII yang tamat tahun ini? Sang kepsek menyebut hal itu juga hasil kesepakatan dengan pihak Disdik Riau, dimana tahun ini kembali kepada standar Rombel yang ditetapkan sesuai Permendikbud, yakni total 36 Rombel dengan pola 12,12, 12 per tingkatnya.
"Kalau dibuka 13 rombel untuk kelas X rincian per tingkat atau polanya menjadi 13, 12, 12 maka totalnya 37 Rombel, ini jelas melanggar Permendikbud.” jelas Fari.
Dari penjelasan sang kepsek dan fakta yang didapatkan tersebut, ia menilai SMAN 8 sudah berupaya melaksanakan PPDB sesuai aturan dan regulasi yang ada. Termasuk untuk Rombel yang dibuka dan pelaksanaan verifikasi faktual terhadap calon siswa dengan berpatokan kepada ketentuan yang berlaku.
"Begitu kronologis dan fakta sebenarnya yang saya peroleh, ini mungkin tidak diketahui atau dipahami oleh Deviyani. Harusnya dia memastikan dulu data dan fakta terhadap obyek yang dikritisinya itu valid dan mendukung, sehingga tidak asal cuap-cuap dan menuding serampangan tanpa dasar.Tindakannya main tuding dan tuduh itu riskan dan bisa berimplikasi hukum," kata Fari.
Disamping itu ia juga mengetahui dan memaklumi kenapa sang kepsek tidak bereaksi dan hanya diam atas aksi MPZ yang dikoordinir Sri Deviyani itu, yang terus saja mencurigai dengan asumsi macam-macam terhadap diri dan sekolahnya, padahal, beliau bisa saja membantah dan membela diri, bila perlu melakukan langkah hukum.
"Pak Tavip, selaku Kepsek tidak mau berpolemik.Walau sebenarnya beliau tidak nyaman dan gerah juga, apalagi tudingannya sudah mengarah ke stigma pribadi dan menjurus kepada fitnah. Namun, beliau memilih sabar saja menghadapinya, karena yakin kebenaran itu akan terungkap," tutur Fari.
Untuk itu, ia berharap kepada MPZ dan pihak-pihak yang ingin jadi pejuang untuk mengawal dan mengkritisi dunia pendidikan di Riau agar lebih bijak dan elegan dalam bersikap untuk menyampaikan aspirasinya.Jangan gampang berasumsi dan melontarkan pernyataan dan prasangka negatif, apalagi tanpa dasar, kepada pihak sekolah.
"Mari kita budayakan kritik dan saran yang positif dan konstruktif demi kemajuan dunia pendidikan di Riau.Pahami dan kuasai dulu masalahnya baru bicara, bijak dan eleganlah jadi pejuang dunia pendidikan, jika memang perjuangan yang dilakukan murni karena kecintaan kepada pendidikan, untuk masyarakat dan untuk ibadah, bukan karena embel-embel yang lain," papar Fari.
Tak kalah penting, ia juga berharap sebaiknya sikap kritis itu disampaikan secara proporsional dan makro, tidak hanya skop atau objek tertentu saja. "Mari sama-sama kita bangun dan kawal pendidikan Riau tanpa intervensi dan mengedepankan tedensi.Jangan ada kesan cari panggung politik atau jadi ajang politik praktis," katanya.
Fari Suradji, menyatakan kesiapan dan membuka diri kepada pihak-pihak yang ingin berdiskusi berkenaan masalah pendidikan di Riau.
"Sebagai praktisi pendidikan di Riau sejak 1995 sampai sekarang, saya sangat mengetahui sekali sejarah pendidikan di Riau dan siapa saja orang yang benar-benar murni berjuang untuk pendidikan," ujarnya mengakhiri.(Tim)