Demi Kemanfaatan Hukum.

Demi Kemanfaatan Hukum, Kejati Kepri Terapkan Kebijakkan Restoratif Justice.

Selasa, 19 Maret 2024 - 12:47:00 WIB Cetak

(Momenriau.com Kepri). "Kajati Kepri Dr. Rudi Margono, SH., MHum., didampingi Wakajati Kepri Rini Hartatie, SH., MH., Aspidum Bayu Pramesti, SH., MH., Koordinator Bidang Pidum Nurul Anwar, SH., MH., Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara Kejati Kepri di Tanjungpinang dan diikuti secara virtual oleh Kajari Batam I Ketut Kasna Dedi SH., MH., Kasi Pidum Priatmaji Dutaning Prawiro, SH., MH., dan Jaksa Fungsional Kejari Batam, pada hari Selasa tanggal 19 Maret 2024 telah melaksanakan expose terhadap perkara pidana dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Sofyan Selle, SH., MH., melalui sarana virtual mengajukan 1 (satu) perkara pidana dengan 2 (dua) tersangka yang dimohonkan untuk diterapkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif", demikian sumber kami menginformasikan pada hari Selasa (19/03-2024) kepada media kami.

Saat dikonfirmasi pada hari yang sama, Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso, SH., MH., membenarkan hal tersebut dan menyampaikan; 
   "Kejaksaan Negeri Batam mengajukan 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan 2 (dua) orang tersangka yaitu :
    1. Tersangka YOSEPH FRANCOIS NIKO SAPUTRA ALS NIKO dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ke - 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;
    2. Tersangka SAFIRA PRATAMA PUTRI Als LALA dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ke - 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana", Ujar Denny
    Lebih lanjut Denny menjelaskan, "permohonan pengajuan terhadap 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan 2 (dua) orang tersangka atas nama YOSEPH FRANCOIS NIKO SAPUTRA ALS NIKO dan SAFIRA PRATAMA PUTRI Als LALA melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP untuk dilakukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice, telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat sebagai berikut :
    1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
    2. Tersangka belum pernah dihukum;
    3. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
    4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
    5. Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
    6. Pertimbangan Sosiologis;
    7. Masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
    "Menurut ketentuan peraturan perUndang-undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Batam untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif" tegas Denny.
    Kasi Penkum menambahkan, "Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat". 
    "Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana", demikian  Denny Anteng Prakoso, SH., MH. mengakhiri penjelasannya.(Edysam).




Tulis Komentar +
Berita Terkait+
ƒ