YOGYAKARTA (MOMENRIAU.COM)-Pengiat Hukum Tata Negara dan Adminitrasi Negara, Azuan Helmi menilai Rencana Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly yang nantinya akan membebaskan Narapidana Korupsi diusia 60 Tahun keatas kurang tepat.Sabtu(04/04).
Prihal tersebut disampaikan Azuan Helmi kepada momenriau.com jika rencana tersebut benar dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan HAM berarti beliau tidak memandang kalau korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Penting untuk dipahami bahwa kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan bentuk kejahatan lainnya. Selain telah merugikan keuangan negara.
"Padahal korupsi sangat merusak sistem demokrasi, bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia jadi merubah PP.99 Tahun 2012 dengan mempermudah narapidana korupsi untuk terbebas dari masa hukuman bukan merupakan keputusan yang tepat," Ucap Azuan.
Azuan Helmi yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Simpang Kanan (HIPPMASIKA) kepada Wartawan mengatakan"Saya menilai Yasonna memiliki niat untuk mempermudah napi korupsi dan meringankan hukuman mereka. Apalagi, kata dia, saat ini hukuman koruptor telah diringankan."tuturnya.
Azuan Helmi mengatakan Jumlah Narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi. Artinya narapidana korupsi hanya 1.8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan. Sehingga akan lebih baik jika pemerintah fokus pada narapidana kejahatan seperti narkoba atau tindak pidana umum lainnya yang memang secara kuantitas jauh lebih banyak dibanding korupsi tetapi nyatanya Yasonna mengusulkan agar napi korupsi bebas bukankan sebaiknya Yasonna fokus ke napi pidana umum seperti kejahatan atau narkoba yang jumlah napinya lebih banyak dari napi korupsi.
Dirinya juga meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengkaji ulang wacana pembebasan koruptor dengan mempertimbangkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan apalagi di dalam revisi PP tersebut terdapat wacana untuk membebaskan narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan
Apalagi wacana Revisi PP 99 tersebut di kait-kaitkan tentang Upaya Pemerintah dalam pencegahan Coronavirus Desease (Covid19) jelas tidak benar dan sangat mencederai azas keadilan disampaikan Azuan Helmi kalau Ruang tahanan napi korupsi justru mewah dan sudah menerapkan social distancing sehingga tidak perlu dibebaskan.
dan Kemenkumham terkait pengurangan jumlah narapidana dalam revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 untuk mengurangi wabah bahaya Covid-19, semestinya didukung dengan penjelasan yang rinci Utamanya, kasus apa yang melebihi batas di Lapas ataupun Rutan."Kemenkumham menurut saya semestinya perlu menyampaikan kepada publik secara terbuka sebenarnya napi kejahatan apa yang over kapasitas di Lapas saat ini,"jelasnya.
"Jadi dengan alasan itu tidak ada kaitannya pembebasan napi korupsi sebagai pencegahan Corona apalagi Lapas Sukamiskin justru memberikan keistimewaan satu ruang sel diisi oleh satu narapidana kasus korupsi, belum lagi ada dua sel yang dirombak menjadi satu yang menjadikan ruangan itu lebih luas lagi, didalamnya juga lengkap ada alat olahraga juga, jadi napi korupsi bisa olahraga juga kan. Justru ini bentuk social distancing yang diterapkan agar mencegah penularan." tutur dia.
Azuan Helmi kembali mengatakan"Adanya kemungkinan sejumlah napi korupsi bisa bebas dari penjara Bahkan bisa dikatakan beberapa napi korupsi kelas kakap pun bisa saja masuk daftar orang yang akan dibebaskan dari penjara. Nama-nama napi korupsi tersebut mencuat lantaran usulan dari Yasonna terdapat salah satu syarat bagi napi yang bisa bebas dari penjara adalah berusia di atas 60 tahun. Apabila usulan tersebut disahkan maka napi korupsi seperti mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto dan mantan pengacara OC Kaligis pun masuk dalam daftar napi yang dibebaskan,"Tandasnya
Sebagai masyarakat kita juga perlu menilai satu kebijakan dari pemerintah yang mana apabila kebijakan itu dinilai tidak layak maka diupayakan untuk dilakukan pengkajian ulang, agar tidak minumbulkan banyak spekulasi terkait kebijakan itu. Nanti malah kesannya Pak Yasona mau membebaskan kawan atau mempolotisasi kebijakan ini, kan jadi banyak opini, tutup Azuan.(Rilies/Ndri)