Rohil — Kuasa hukum tersangka Jehar Ritonga selaku Pemohon Praperadilan di PN Rokan Hilir melayangkan surat keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Rohil, Ketua Pengadilan Tinggi Riau, serta Kantor Penghubung Komisi Yudisial Provinsi Riau.Senin , 10 November 2025.
.jpg)
Surat keberatan tersebut terkait mempertanyakan alasan sidang praperadilan dengan Register Nomor 4/Pid.Pra/2025/PN Rhl yang telah didaftarkan sejak 3 November 2025, namun tidak muncul dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Rokan Hilir hingga saat ini.

Hal ini disampaikan Suhartono, S.H didampingi Halim Perdana, SH menjelaskan keanehan hilangnya data perkara di SIPP PN Rohil menimbulkan dugaan kurangnya transparansi dalam proses peradilan. Pasalnya sejak pendaftaran permohonan praperadilan dilakukan pada tanggal 3 November 2025, hingga kini perkara itu tidak muncul di SIPP PN Rohil.
Lebih lanjut dikatakan Suhartono dasar keberatan ini dikarenakan pada tanggal 6 November 2025, klien kami Jehar Ritonga dibawa oleh penyidik Polsek Pujud ke Kejaksaan Negeri Rokan Hilir untuk dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II), padahal sidang praperadilan belum digelar.

Hal ini terbukti usai pertemuan dengan Jaksa Penuntut Umum Danil Sitorus S.H di Kejari Rokan Hilir, pihak kejaksaan disebut belum menerima informasi resmi mengenai adanya permohonan praperadilan tersebut. Menurutnya, dugaan adanya keterlambatan atau kesalahan administrasi ini dipihak internal PN Rokan Hilir.
.jpg)
“Kami sudah menyampaikan Surat Pemberitahuan Praperadilan kepada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, namun pihak jaksa menyebut belum ada informasi dari pengadilan. Ini tentu mengherankan, karena permohonan sudah kami daftarkan secara resmi,” tegas Halim Perdana, S.H.
Belum lagi terkait jadwal sidang pertama praperadilan digelar dua minggu kedepan, Senin, 17 November 2025 setelah pendaftaran 3 Nopember 2025, artinya Ada 14 hari setelah pendaftaran. Apakah hal ini tidak bertentangan dengan prinsip “cepat, sederhana, dan biaya ringan” sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018.
“Praperadilan bersifat cepat dan tidak boleh ditunda-tunda. Keterlambatan ini berpotensi merugikan hak asasi tersangka,” ujar kuasa hukum.
Melalui surat keberatan tersebut, Hartono & Rekan meminta penjelasan resmi dari Ketua PN Rokan Hilir terkait keterlambatan publikasi perkara dan penjadwalan sidang. Tembusan surat juga dikirimkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Badan Pengawas MA, dan Komisi Yudisial RI.
Surat keberatan ini menjadi bentuk pengawasan publik terhadap keterbukaan sistem peradilan, khususnya dalam perkara praperadilan yang menyangkut kebebasan warga negara.
SIPP PN Rokan Hilir Tak Bisa Diakses
Kurang dari beberapa minggu belakangan ini, Pantuan Awak Media terhadap website resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Rokan Hilir mengalami ganguan alias tak bisa membuka laman website SIPP yang sebelumnya sempat menjadi sorotan diperkara sidang oknum Brimob Terlibat narkoba dan kasus pupuk oplosan.

.jpg)
Juru Bicara PN Rokan Hilir, Ari Wibowo, S.H., ketika dikonfirmasi Tim media menyampaikan bahwa gangguan pada sistem SIPP memang tengah terjadi secara nasional.

“Terkait SIPP belum ada info resmi, tapi memang sedang ada gangguan di server pusat, Pak. Rekan-rekan di PN yang lain juga ada keluhan yang sama,” jelas Ari Wibowo saat dihubungi.
Coba Bapak tanyakan ke PTSP dulu, Pak. Saya belum bisa bantu karena sedang diklat,” tutupnya.
Namun terkait SIPP dikatakan Juru Bicara PN Rokan Hilir, Ari Wibowo di PN yang lain juga ada keluhan yang sama akan tetapi saat tim media menelusuri SIPP PN Se Provinsi Riau mengenai keluhan website SIPP Itu tidak sama seperti diwebsite PN Rohil yang selalu terjadi keerroran alias dugaan sistem ditutup.
Pantuan SIPP PN hari ini di beberapa Pengadilan Se- Riau :



Sebelumnya,Kantor Hukum Hartono & Rekan resmi mendaftarkan permohonan Praperadilan terhadap Polsek Pujud, Polres Rokan Hilir ke Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir, Provinsi Riau. Permohonan tersebut terdaftar melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Rohil dengan Nomor Register 4/Pid.Pra/2025/PN.Rhl pada Senin (3/11/2025) sekitar pukul 14.00 WIB.
Pemohon dalam perkara ini berinisial JR, sedangkan termohon adalah Kepolisian Daerah Riau Resor Rokan Hilir Sektor Pujud. Permohonan itu diajukan terkait sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penyitaan yang dilakukan terhadap JR pada 2 Oktober 2025 lalu.
Kuasa hukum JR, Halim Perdana, S.H dari kantor hukum Hartono & Rekan, membenarkan adanya pengajuan permohonan tersebut. saat di jumpai di halaman PN Rohil , Kamis (6/11/2025) sekira Pukul 12.00 Wib.
” Halim menjelaskan bahwa kliennya ditangkap aparat Polsek Pujud tanpa disertai surat penangkapan dan surat penahanan yang sah.
“Penangkapan dilakukan di daerah Pos Portal Simpang Bingung, Desa Teluk Nayang, Kecamatan Pujud. Klien kami diborgol dan dibawa ke Polsek Pujud tanpa adanya surat resmi. Semua surat mulai dari laporan polisi, surat perintah penangkapan, hingga penetapan tersangka baru diterbitkan sehari setelahnya, yakni 3 Oktober 2025,” Ujarnya
Kuasa Hukum Tersangka JR, Surati PN Rokan Hilir, Pertanyakan Jadwal Sidang Praperadilan yang Tak Muncul di SIPP
” KOK HEBAT X MAIN TANGKAP-TANGKAP SAJA, MEMANG NEGARA INI BUKAN NEGARA HUKUM” Ungkap Halim.
Menurutnya, penerbitan seluruh surat perintah setelah penangkapan dilakukan merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana. Ia menyebut, dalam perkara ini polisi mengacu pada Laporan Polisi Nomor LP/B/54/X/2025/SPKT.UNIT RESKRIM/POLSEK PUJUT, yang dikategorikan sebagai Laporan Polisi Tipe B—artinya merupakan delik aduan, bukan delik umum.
“Kalau delik aduan, harus ada laporan atau pengaduan dari korban terlebih dahulu. Tidak bisa polisi langsung melakukan penangkapan. Ini bukan kasus narkoba atau pembunuhan yang bisa ditangkap langsung,” tegas Halim.
Halim juga menyoroti penerapan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dalam perkara kliennya, yang menurutnya sudah dihapus melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013. Selain itu, tuduhan perampasan dan pemerasan yang disangkakan pun dinilai tidak memiliki bukti kuat.
“Pemohon dituduh mengancam dengan parang, padahal tidak ada barang bukti parang. Lalu disebut melakukan pemerasan hanya karena masalah palang portal perusahaan PT Tunggal Mitra MEG. Apakah bisa palang portal disebut barang rampasan? Ini yang harus diuji di pengadilan,” ujarnya dengan nada heran.

