Download our available apps

Nukila Evanty : "Akan Lebih Bijak Bila AHY Juga Mendengarkan Aspirasi Masyarakat Rempang Yang Menolak Relokasi".

 (Momenriau.com Kepri). Kami kutip dari laman berita TEMPO.CO yang terbit 19 Maret 2025 dengan judul "Menko, Menteri dan Wamen dari Demokrat Urus PSN Rempang, AHY : Kebetulan Saja", hal ini mendapat berbagai ragam tanggapan dari masyarakat dan juga para aktivis yang peduli terhadap "Hak Asasi Manusia".

Proyek Strategis Nasional (PSN) awalnya dicanangkan pada masa Presiden Jokowi, walaupun "ditolak oleh masyarakat yang sudah turun temurun mendiami pulau "Rempang" tersebut, namun sepertinya, pada kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, program tersebut, masih akan tetap diteruskan.
    Menurut media TEMPO tersebut bahwa, "Konflik PSN Rempang Eco City terus berlanjut di masa pemerintahan Presiden Prabowo. Kali ini, skema penggusuran diubah menjadi transmigrasi yang dicanangkan Kementerian Transmigrasi, salah satu kementerian baru di Kabinet Merah Putih Prabowo. Meskipun skema itu tetap mendapatkan penolakan dari mayoritas warga Rempang, pemerintah terus melakukan sosialisasi program tersebut. Yang terbaru dengan cara menerbitkan surat sertifikat hak milik (SHM) warga Rempang yang menerima relokasi".
    Bukan cuma Menteri Transmigrasi, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga sudah turun gunung untuk ikut merampungkan PSN di pulau Rempang, dengan skema menyerahkan sertifikat kepada warga Rempang yang menerima relokasi, Selasa, 18 Maret 2025. 
    Skema yang seperti ini, juga mendapat sorotan tajam dari masyarakat, salah satunya, seperti rilisan yang kami terima pada hari Rabu (19/03-2025) dari Nukila Evanty, selaku aktivis yang sudah melakukan advokasi di Rempang sejak 2023 lalu dan sekaligus sebagai Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA).

    Menurut Nukila, pak AHY alangkah bijaknya bila berkunjung juga ke perkampungan Sembulang dan Pasir Panjang Rempang untuk bertemu serta berdialog dengan masyarakat yang "menolak relokasi", tanyakanlah mengapa mereka menolak sampai saat  ini, apa keberatan mereka, apa kebutuhan mereka dalam konteks infrastruktur, terus karena pak AHY juga membawa Wakil Menteri ATR, bisa sekalian didata apakah masyarakat Rempang yang menolak butuh sertifikat tanah. Nah, pendekatan yang bijak dan berpihak pada masyarakat harusnya seperti itu, ini malah terbagi. Perlu pak AHY ketahui, masyarakat yang menerima di relokasi dan sekarang pakai istilah masyarakat  transmigrasi tersebut, adalah masyarakat yang memang susah akses mereka pak, punya hutang, nggak punya pekerjaan, punya tanggungan keluarga, jadi lebih baiklah mereka  pindah dan dapat rumah di Tanjung Banon. Sebenarnya, dari beberapa kegiatan terakhir yang saya adakan dengan nelayan-nelayan di Sembulang, Rempang di Januari 2025, masyarakat Repang banyak dibuat bingung dengan sikap BP Batam dan pemerintah yang nggak pernah mengadakan konsultasi dan dialog mendalam dengan mereka. Mereka (masyarakat Rempang) mengerti pentingnya pembangunan, tetapi ya didengar jugalah keinginan mereka, kalau ada tanah leluhur, tempat keramat yang nggak boleh dibangun, beritahu mereka juga dampak (lingkungan, ekonomi, sosial budaya) kalau dibangun jembatan, waduk, pemukiman, resort  di wilayah masyarakat Rempang, dan bentuk pemulihan apa yang akan diberikan kepada masyarakat Rempang.
   "Saya juga prihatin dengan sikap dan pendekatan yang dilakukan pemerintah daerah dan BP Batam yang kurang mendengar aspirasi masyarakat Rempang selama ini. Padahal,  BP Batam juga sebenarnya bisa menjadi fasilitator  yang baik, mempertemukan masyarakat Rempang, organisasi masyarakat sipil yang menolak dengan pemerintah pusat, bahkan dengan investor.  BP Batam bisa memberikan contoh yang  nyaman dan adem, karena bisa menjadi teladan kan, untuk menyelesaikan kasus-kasus yang sebenarnya mudah kok. Sebagai pelindung masyarakat, seharusnya "bijaksana" mendengar dan mengerti posisi masyarakat Rempang, jangan terlalu banyak drama, biar bisnis dan pembangunan manis juga diterima masyarakat Rempang", demikian Nukila mengakhiri dengan penuh semangat.     (Edysam).