Download our available apps

"Benarkah Hukum Sebagai Panglima Tertinggi Di NKRI ?".

(Momenriau.com Lingga). Aktifitas suatu kegiatan "PENAMBANGAN", selalu seiring dengan berpotensinya terjadi "KERUSAKKAN LINGKUNGAN" hidup, walaupun sudah diminimalisasi oleh pengelola dan atau pengusaha dengan upaya pengkajian secara ilmiah seperti yang tertuang didalam "DOKUMEN LINGKUNGAN dan atau Analisis Dampak Lingkungan disingkat AMDAL". Oleh karena itu, pihak berkompeten untuk mengawasi hal "kerusakkan lingkungan ini", ada pada "Kementerian Lingkungan Hidup RI" secara Nasional dan pada "Dinas Lingkungan Hidup", bila itu di Daerah baik tingkat satu (Propinsi) ataupun tingkat dua (Kabupate/Kota).

Dalam tulisan kali ini, kita menelusuri apakah di Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau, "apakah ada kerusakkan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan tambang ?".
    Sudah sejak lama, bahwa lingkungan hidup dibeberapa pulau di Kabupaten Lingga, sudah terjadi kerusakkan lingkungan hidup yang cukup memprihatinkan, ini dapat dilihat secara kast mata yaitu dengan banyaknya kolong - kolong dan atau kolam eks penambangan mineral, baik jenis pasir, bouksite ataupun timah yang masih menganga sehingga berpotensi sebagai wadah untuk berkembang biaknya spesis nyamuk.
    Dalam melaksanakan "Tugas Pokok & Fungsi (TUPOKSI) sebagai salah satu pihak yang berkompeten mengawasi kegiatan "Pertambangan", itu ada pada pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lingga, namun apakah pihak tersebut sudah benar-benar melaksanakan tupoksinya ?, ini yang sering menjadi pertanyaan dihati masyarakat.
    Menurut masyarakat Kabupaten Lingga, pada beberapa waktu lalu tepatnya beberapa tahun lalu yaitu tahun 2021, ada salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI  dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bernama "H. Abdul Wahid" melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Lingga. 
    Kami telusuri jejak digitalnya dengan sarana Aplikasi Google dan kami temukan kemudian kami kutip dari laman media Kepripedia, H.Abdul Wahid pernah berucap dengan kalimat seperti kutipan dibawah ini : 
    "Tadi, saya sudah cek koordinatnya, selain menambang di kawasan hutan tanpa izin, perusahaan ini juga menambang dan mengangkut mineral dari luar IUP. Ini jelas pidana dan aparat penegak hukum tak boleh membiarkannya," tegasnya.
    Mengenai itu, Wahid menyebut tindak tersebut dapat dijerat dengan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
    Dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2013, disebutkan jika setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.
    "Bagi yang melanggar dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 20 miliar dan paling banyak Rp50 miliar,” paparnya.
    Tak sampai disitu, ia juga menyebutkan, dalam Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020, sanksi pidananya juga ditegaskan, setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengangkutan dan penjualan Mineral yang berasal dari luar IUP dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
    Ironisnya, setelah kunjungan H.Abdul Wahid ke Kabupaten Lingga pada tahun 2021 lalu, sampai hari ini Senen (10/02-2025), masyarakat tidak atau belum pernah mengetahui kelanjutan proses hukum seperti apa yang sudah diterapkan terhadap beberapa perusahaan penambangan yang diduga sudah melakukan "Tindak Pidana Perusakkan Lingkungan Hidup" ini ?.
    Oleh karena itu, salahkah masyarakat di Kabupaten Lingga bila bersikap "Tidak Percaya Dengan Apa Yang Disebutkan Hukum Sebagai Panglima Tertinggi Di NKRI ?".(EDYSAM).